Khotbah Jumat: Wajibnya Bersikap Keras Terhadap Zionis Yahudi bagi Setiap Muslim

loading…

Wajibnya bersikap keras terhadap Zionis dan Yahudi ini bisa jadi materi yang bagus untuk khutbah Jum’at . Terlebih, belakangan ini saudara-saudara muslim yang berada di Gaza tengah mendapat perlakuan yang sangat buruk dari Israel.

Sayangnya saat ini umat muslim di seluruh dunia justru seakan berdiam diri dan tidak melakukan apapun terhadap hal tersebut. Hanya para ekstrimis Syiah yang justru memberi tindakan tegas pada Israel.

Lantas apakah kitas sebagai umat muslim juga harus melakukan tindakan layaknya ekstrimis Syiah tersebut? Tentunya tidak, untuk jawaban lengkapnya bisa didapat dari teks khutbah Jum’at wajibnya bersikap keras terhadap Zionis dan Yahudi ini.

Wajibnya Bersikap Keras Terhadap Zionis Yahudi

Di tengah kekejaman Yahudi Zionis yang terus tanpa henti membantai puluhan ribu rakyat Palestina, tiba-tiba ada kabar mengejutkan. Lima orang pemuda Nahdliyin (NU) bertemu dengan Presiden Israel, Isaac Herzog, di Israel. Pertemuan itu mendapat protes keras dan kecaman dari masyarakat.

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf mengungkap pihak yang memberikan undangan kepada 5 orang Nahdliyin terbang ke Israel bertemu Presiden Isaac Herzog. “Yang mengajak, dia ini, dari informasi setelah saya tanya, ini memang dari satu channel NGO yang merupakan advokat dari Israel,” ungkapnya dalam konferensi pers yang diselenggarakan di Gedung PBNU, Jakarta, Selasa (16/7/2024). Menurut Gus Yahya, NGO tersebut dapat ditemukan di seluruh belahan dunia untuk membantu membangun citra baik Israel dan melakukan lobi-lobi demi kepentingan Israel.

Hampir berbarengan, muncul kasus berbeda meski sama-sama terkait isu Yahudi. Tidak lain terkait dengan seminar pada Rabu, 17 Juli 2024, di Masjid Istiqlal. Dalam publikasi acara, panitia terang-terangan berencana menghadirkan Dr. Ari Gordon dari AJC (American Jewish Committee) sebagai pembicara. AJC (American Jewish Committee) sendiri adalah organisasi yang sangat pro Yahudi Zionis. Sontak, banyak masyarakat yang juga mengecam keras rencana tersebut. Akhirnya, upaya menghadirkan Dr. Ari Gordon pun dibatalkan.

Yang menarik, awalnya Imam Besar Masjid Istiqlal, Prof. KH Nazaruddin Umar, mengaku tidak tahu-menahu soal acara seminar tersebut. Namun, jejak digital kegiatan di Masjid Istiqlal dan perilaku Nazaruddin Umar ternyata membeberkan fakta berbeda. Tokoh Yahudi Dr. Ari Gordon, seperti diungkap sebuah link berita yang kini sudah dihapus, ternyata sudah lebih dulu menjadi Dosen Tamu di acara “Pendidikan Kader Ulama Masjid Istiqlal” pada 10 Juli 2024, atau 1 pekan sebelum acara seminar yang dibatalkan tersebut.

Bahkan berdasarkan artikel bertanggal 1 Maret 2024 di Website AJC terungkap bahwa Nazaruddin Umar ternyata pernah menerima beasiswa dari AJC dan JTS (Jewish Theological Seminary) di Amerika.

Menurut Imam Shamsi Ali yang menjadi pendakwah di AS, pendidikan intensif yang diikuti Nazaruddin Umar selama 6 pekan di Amerika itu berlangsung pada Desember 2023. Padahal jelas, di halaman muka Website AJC tertulis: AJC Stands with Israel!

Dari berbagai informasi yang ada, para pelaku dalam dua kasus di atas memiliki motif yang beririsan. Tidak lain berkaitan dengan misi dialog antar agama dan misi perdamaian atau membangun hubungan baik dengan kaum Yahudi.

Sikapi dengan Tegas

Sudah sangat terang-benderang bahwa kaum Yahudi (Zionis-Israel) hari ini statusnya adalah kafir harbi fi’l[an]. Sama dengan Amerika Serikat dan sekutunya. Artinya, mereka adalah kaum kafir yang secara nyata memerangi kaum Muslim. Khususnya Muslim Palestina. Terhadap mereka jelas kaum Muslim harus bersikap tegas dan keras. Bukan malah bersikap manis dan lembut. Inilah yang Allah SWT nyatakan saat menggambarkan sikap Baginda Rasulullah saw. dan umat beliau:

مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ

Muhammad Rasulullah dan orang-orang yang bersama dengan dia itu bersikap keras terhadap kaum kafir dan berlemah-lembut kepada sesama mereka (kaum Muslim) (QS al-Fath : 29).

Saat menafsirkan ayat di atas Imam Ibnu Katsir antara lain menyatakan:

وَهَذِهِ صِفَةُ الْمُؤْمِنِيْنَ أَنْ يَكُوْنَ أَحَدُهُمْ شَدِيْدًا عَنِيْفًا عَلَى الْكُفَّارِ، رَحِيْمًا برًا بِالْأَخْيَارِ، غَضُوْبًا عَبُوْسًا فِي وَجْهِ الْكَافِرِ، ضَحُوْكًا بَشُوْشًا فِي وَجْهِ أَخِيْهِ الْمُؤْمِنِ

Inilah sifat kaum Mukmin, yakni keras dan sangar terhadap kaum kafir; berkasih-sayang dan baik kepada orang-orang pilihan (kaum Mukmin); murka dan bermuka masam terhadap orang kafir; tersenyum manis dan berseri-seri kepada saudaranya yang Mukmin (Ibnu Katsir, Tafsîr al-Qur’ân al-‘Azhîm, 7/360).

Sebagaimana diketahui, kafir harbi adalah setiap orang kafir yang tidak masuk dalam perjanjian (dzimmah) dengan kaum Muslim (An-Nabhani, 1994: 232). Mereka terbagi menjadi kafir harbi hukm[an] (kafir harbi secara de jure) dan kafir harbi harbi fi’l[an] (kafir harbi de facto). Negaranya disebut ad-dawlah al-kâfirah al-harbiyyah (negara kafir harbi yang memerangi umat Islam).

Negara ini dibagi lagi menjadi dua: (1) Jika negara kafir tersebut sedang berperang secara nyata dengan umat Islam maka negara itu disebut ad-dawlah al-kâfirah al-harbiyyah al-muhâribah bi al-fi’li (negara kafir harbi yang benar-benar sedang memerangi umat Islam secara nyata); (2) Jika negara kafir tersebut tidak sedang terlibat perang secara nyata dengan umat Islam maka negara itu dikategorikan sebagai ad-dawlah al-kâfirah al-harbiyyah ghayru al-muhâribah bi al-fi’li (negara kafir harbi yang tidak sedang terlibat perang secara nyata dengan umat Islam) (An-Nabhani, 1994: 233).

Perbedaan hukum di antara kedua negara ini adalah, jika sebuah negara kafir masuk kategori pertama, yakni sedang berperang secara nyata dengan umat Islam, maka asas hubungannya adalah hubungan perang. Tidak boleh ada hubungan (perjanjian) apa pun dengan negara kafir seperti ini, misalnya hubungan diplomatik, kerja sama ekonomi (seperti ekspor-impor), dan sebagainya. Hubungan (perjanjian) dengan mereka hanya boleh ada setelah ada perdamaian (ash-shulh) (An-Nabhani, 1990: 293).

Sebaliknya, jika termasuk kategori kedua, yaitu tidak sedang berperang dengan umat Islam, maka Negara Islam boleh mengadakan perjanjian dengan negara kafir seperti perjanjian dagang, perjanjian bertetangga baik, dan lain-lain (An-Nabhani, 1990: 293).

Haram Bermuamalah dengan Kafir Harbi Fi’lan

Terhadap kafir harbi fi’lan (de facto), yaitu orang kafir yang sedang berperang secara langsung dengan kaum Muslim, maka hukum bermuamalah dengan mereka adalah haram, baik hubungan dagang, hubungan diplomatik dll. Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani menjelaskan:

أَماَّ لَوْ كاَنَتْ دَارَ الْحَرْبِ الْمُحاَرِبَةِ فِعْلاً (كَإِسْرَائِيْلَ)، فَإِنَّهُ لاَ تَجُوْزُ التِّجاَرَةُ مَعَهاَ، لاَ فِي السِّلاَحِ وَلاَ فِي الطَّعاَمِ، وَلاَ فِيْ غَيْرِهِ،لإِنَّ فِيْ ذَلِكَ تَقْوِيَّةٌ لَهاَ عَلىَ الصُّمُوْدِ ضِدّ الْمُسْلِمِيْنَ، فَيَكُوْنُ مُعاَوَنَةً عَلىَ اْلإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ فَيُمْنَعُ

Adapun jika negara tersebut adalah negara kafir harbi fi’l[an] (seperti Israel) maka tidak boleh berdagang dengan negara tersebut, baik barang dagangannya itu senjata, bahan makanan maupun barang yang lainnya. Ini karena perdagangan dengan negara tersebut bisa memperkuat negara itu untuk terus bertahan melawan kaum Muslim. Dengan itu perdagangan dengan negara (semacam Israel) tersebut merupakan bentuk pertolongan untuk melakukan dosa dan permusuhan. Ini jelas dilarang (An-Nabhani, An-Nizhâm al-Iqtishâdi fî al-Islâm, hlm. 300).

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *